Perencanaan Shape Control.
Disain
shape control diperlukan untuk mempermudah serta mengkontrol kemungkinan
kesalahan terhadap bentuk desain penampang yang mungkin tanpa disadari. Shape
control ini direncanakan berdasarkan kriteria yang dinginkan diluar dari
ketentuan persyaratan perencanaan CSA yang ada. Perencaan shape control
terutama dilakukan pada bentuk bagian : midship, buritan (stern & transom),
haluan (stem), sisi kapal yang berbentuk flat (flat tangent), garis air sarat
muatan penuh, serta geladak kapal. Adapun bentuk perencanaan shape control
untuk bagian bagian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.3.1.
Perencanaan bentuk geladak kapal (deck plan).
Geladak
/ deck kapal adalah merupakan pembagi ketinggian suatu ruangan di kapal. Nama geladak dikapal niasanya
identik dengan letak geladak tersebut di kapal. Jika letaknya didalam ruang
muat dikenal dengan istilah geladak ruang muat, sedangkan di ruang akomodasi
dikenal dengan istilah geladak akomodasi seperti poop deck, bridge deck, boat
deck dan navigation deck.Geladak tertinggi didalam ruang muat dan sifatnya
menerus dari bagian belakang sampai dengan depan kapal dikenal dengan istilah
geladak utama (main deck). Sedangkan geladak dibawahnya dikenal dengan
istilah second deck, third deck atau (tweendeck) geladak antara.
Didalam
tugas gambar rencana garis perencanaan bentuk geladak kapal dilakukan terutama
pada geladak utama kapal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses
perencanaan berdasarkan arah bidang sumbu ordinat x-y-z dapat dibedakan sebagai
berikut :
·
Bidang X – Y.
Proses
perencanaan dilakukan berdasarkan luasan geladak yang disediakan untuk
peletakan peralatan-peralatan diatas geladak serta kemungkinan muatan
diatasnya.
Ketentuan
perencanaan lebar geladak yang diberikan secara umum dapat dilihat seperti pada
gambar berikut :
Gambar 2.17. Perencanaan bentuk bidang geladak
·
Bidang Y – Z.
Proses perencanaan bentuk kelengkungan
geladak pada arah melintang kapal (Chamber) yang dilakukan berdasarkan
fungsinya untuk menambah kekuatan melintang geladak serta mengalirkan air
diatas geladak dari tengah galadak ketepi geladak. Ketentuan perencanaan tinggi
kelangkungan geladak pada arah melintang yang diberikan secara umum dapat
dilihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.18. Perencanaan bentuk chamber geladak
·
Bidang X – Z.
Proses
perencanaan bentuk kelengkungan geladak pada arah memanjang kapal (Sheer) yang
dilakukan berdasarkan fungsinya untuk menambah kekuatan memanjang geladak serta
memperkecil batasan tinggi lambung timbul (H-T). Ketentuan perencanaan tinggi
kelangkungan geladak pada arah memanjang yang diberikan secara umum dapat
dilihat seperti pada rumus berikut :
Tabel 2.1. Rumus
perhitungan sheer standar
Ap
|
=
|
25 (L/3 + 10)
|
m
|
1/6 Lpp dari Ap
|
=
|
11,1 (l/3 + 10)
|
m
|
1/3 Lpp dari Ap
|
=
|
2,8 (L/3 + 10)
|
m
|
Midship
|
=
|
0
|
m
|
1/3 Lpp dari Fp
|
=
|
5,6 (L/3 + 10)
|
m
|
1/6 Lpp dari Fp
|
=
|
22,2 (L/3 + 10)
|
m
|
Fp
|
=
|
50 (L/3 + 10)
|
m
|
Gambar 2.19. Perencanaan bentuk sheer geladak
2.3.2.
Perencanaan bentuk penampang tengah kapal (midship).
Dalam
merencanakan bentuk penampang tengah kapal (midship), beberapa hal yang sangat
mempengaruhi dan perlu diperhatikan adalah jenis muatan kapal serta letak kamar
mesin. Disamping itu, bentuk penampang tengah kapal ini juga tergantung dari
hasil perencanaan Curva Sectional Area serta besarnya koefisien midship kapal
yang akan berpengaruh dalam menentukan besarnya radius of bilga. Besarnya
radius of bilga menurut schneekluth dapat dirumuskan sbb :
a.
Kapal tanpa rise of floor :
b.
Kapal dengan rise of floor :
Dimana : Cm = koefisien midship
B = Lebar kapal
L = Panjang kapal
Cb = koefisien blok kapal
Cm = koefisien midship kapal
Ck = konstanta antara 0,4 ~ 0,7
Secara
umum ketentuan dalam perencanaan geladak kapal dapat dilihat seperti pada
gambar berikut :
Gambar
2.20. Bentuk penampang tengah kapal.
2.3.3.
Perencanaan bentuk buritan kapal (stern).
Dalam
merencanakan bentuk linggi buritan kapal yang sesuai, tentunya akan sangat
tergantung dari bentuk sistem kemudi, jumlah baling-baling serta type/jenis
mesin penggerak kapal yang digunakan oleh kapal tersebut. Secara umum ketentuan dalam perencanaan
geladak kapal dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.21.
Bentuk rencana buritan (stern) kapal.
Dalam merencanakan bentuk linggi buritan
ini, perlu adanya batas toleransi ruangan kosong antara linggi buritan tersebut
dengan bidang kerja propeller. Hal ini diharapkan agar daya dorong yang
dihasilkan oleh kerja propeller tersebut bisa optimum. Dengan
menggunakan rule dari Det Norske Veritas (DNv), diperoleh besarnya clearence
tersebut sebagai berikut :
Gambar 2.22.
Clearence antara linggi buritan dengan bidang propeller kapal.
2.3.4. Perencanaan bentuk haluan kapal
(stem).
Dalam merencanakan bentuk linggi
haluan kapal yang sesuai, tentunya akan sangat tergantung dari ukuran kapal
terutama kecepatan kapal. Untuk kapal dengan ukuran besar, cenderung
menggunakan bulbous bow, sedangkan untuk kapal-kapal kecil cenderung tanpa
menggunakan bulbous bow. Penentuan bulbous bow ini ditentukan oleh besarnya
froud number (fn) dari kapal tersebut. Adapun ketentuan pemakaian bulbous bow
tersebut dapat dilihat sebagai berikut (Marin, ’95) :
·
Kapal dengan koefisien block : 0,55 ~ 0,67
Panjang :
(3,5 ~ 4,0) % x Lpp
Luas penampang st-20 :
(7,0 ~ 10,0) % x luas midship
·
Kapal dengan koefisien block : 0,68 ~ 0,77
Panjang :
(3,5 ~ 4,0) % x Lpp
Luas penampang st-20 :
(10,0 ~ 12,0) % x luas midship
·
Kapal dengan koefisien block > 0,77
Panjang :
memungkinkan lebih panjang
Luas penampang st-20 :
(13,0 ~ 20,0) % x luas midship
Sebagai
contoh bentuk perencanaan linggi haluan kapal yang menggunakan bulbous bow
dapat dilihat seperti pada gambar 2.21 dan gambar 2.22.
Gambar
2.23. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis I.
Gambar
2.24. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis II.
Sedangkan ketentuan dalam
perencanaan linggi haluan kapal yang tanpa menggunakan bulbous bow dapat
dilihat seperti pada gambar berikut :
Gambar
2.25. Bentuk linggi haluan kapal (tanpa bulbous bow).
Secara umum bentuk perbandingan
dari hasil perencanan cuva sectional area (CSA) untuk kapal yang menggunakan
dan tanpa menggunakan bulbous bow dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.26. Perbandingan bentuk CSA kapal yang
tanpa bulbous bow
dan menggunakan bulbous bow.
2.3.5. Perencanaan bentuk sisi flat kapal
(side tangent).
Dalam
perencanaan bentuk dari sisi badan kapal yang datar (flat), dipengaruhi oleh
bentuk bagian kapal yang lain, antara lain :
·
Bentuk bottom kapal (tanpa atau dengan rise of
floor)
·
Ukuran jari-jari bilga
·
Panjang pararel middle body dari CSA
·
Panjang pararel middle body dari perencanaan
garis air muat penuh
·
Panjang pararel middle body dari perencanaan
bentuk geladak
Sebagai
contoh bentuk dari sisi flat kapal adalah sebagai berikut :
Gambar 2.27. Perencanaan bentuk side tangent
2.3.6.
Perencanaan bentuk garis air muat penuh kapal
(waterline).
Beberapa
factor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan bentuk garis air muat penuh
kapal adalah :
·
Sudut masuk garis air
·
Besarnya
koefisien garis air muat kapal (Cwl)
·
Bentuk
linggi haluan dan buritan kapal
·
Bentuk perencanaan kurva CSA
Salah satu
factor dalam menentukan besarnya sudut masuk garis air adalah besarnya
koefisien prismatic depan (Cpf) kapal. Adapun hubungan antara besarnya sudut
masuk garis air dengan koefisien prismatic depan kapal menurut Intreehek Van De
Lastlun dapat ditunjukkan seperti dalam gambar 2.26 :
Gambar 2.28. Grafik penentuan besarnya sudut masuk
garis air muat kapal.
Hasil dari
perencanaan bentuk garis air muat ini, nantinya harus dilakukan pemeriksaan
luasan dari bentuk yang direncanakan dibandingkan dengan hasil perhitungan Awl
= L x B x Cwl. Bentuk yang direncanakan dapat diterima jika besarnya perbedaan
hasil pemerikasaan kurang dari 0,5 %. Adapun contoh bentuk perencanaan garis
air muat kapal dapat dilihat seperti gambar berikut :
Gambar 2.29. Perencanaan bentuk garis air muat
kapal.
Tambahan
:
·
Panjang forecastle : ( 5 ~ 8 )% Lpp
· Panjang poop : ( 20 ~ 22 )% Lpp
· Sudut haluan : ( 8 ~ 12 )0
· Diameter proppeler : ( 0,6 ~ 0,7 ).T
· Diameter poros proppeler : 1/6. D
·
Tinggi
poros proppeler : 0,35. T