WELCOME TO JOHANSYAH BLOG'S

Selasa, 11 Maret 2014

Pembuatan Desain Shape Control

Appendiks :
Sequen Pembuatan Desain Shape Control


Sequen 1
Plot Sumbu pada kertas gambar dengan perkiraan ukuran seperti nampak pada gambar dibawah ini, Sumbu tsb adalah Baseline, Centreline serta posisi-posisi AP, FP, Amidship, Sarat Bmld/2



Sequen 2
Plot posisi Parallel Midle Body (PMB) untuk mendapatkan posisi PMBaft dan PMBfore   





Sequen 3
Pembuatan desain Sheer plan dengan ketentuan panjang Poop deck diukur dari AP ke haluan sepanjang (17-22)% LBP dan panjang Fore castle deck diukur dari FP ke buritan sepanjang (5-8)% LBP, Kapal bias didesain dengan atau tanpa sheer.



Sequen 4
Pembuatan desain DWL, WL-0 (base line) dan Garis singgung sisi/side tangent pada bagian PMB


Sequen 5
Penentuan Titik singgung sisi/side tangent point pada DWL


Sequen 6
Pembuatan/penggambaran Garis singgung sisi/side tangent



Sequen 7
Pembuatan/penggambaran Maindeck



Sequen 8
Pembuatan/penggambaran Poop deck dan Fore castle deck


Sequen 9
Hasil desain Shape control/Parameter bentuk lambung terlihat seperti dibawah ini



Senin, 10 Maret 2014

Perencanaan shape control - Lines plan

Perencanaan Shape Control.

Disain shape control diperlukan untuk mempermudah serta mengkontrol kemungkinan kesalahan terhadap bentuk desain penampang yang mungkin tanpa disadari. Shape control ini direncanakan berdasarkan kriteria yang dinginkan diluar dari ketentuan persyaratan perencanaan CSA yang ada. Perencaan shape control terutama dilakukan pada bentuk bagian : midship, buritan (stern & transom), haluan (stem), sisi kapal yang berbentuk flat (flat tangent), garis air sarat muatan penuh, serta geladak kapal. Adapun bentuk perencanaan shape control untuk bagian bagian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.3.1.      Perencanaan bentuk geladak kapal (deck plan).
Geladak / deck kapal adalah merupakan pembagi ketinggian suatu ruangan di kapal. Nama geladak dikapal niasanya identik dengan letak geladak tersebut di kapal. Jika letaknya didalam ruang muat dikenal dengan istilah geladak ruang muat, sedangkan di ruang akomodasi dikenal dengan istilah geladak akomodasi seperti poop deck, bridge deck, boat deck dan navigation deck.Geladak tertinggi didalam ruang muat dan sifatnya menerus dari bagian belakang sampai dengan depan kapal dikenal dengan istilah geladak utama (main deck). Sedangkan geladak dibawahnya dikenal dengan istilah second deck, third deck atau (tweendeck) geladak antara.
Didalam tugas gambar rencana garis perencanaan bentuk geladak kapal dilakukan terutama pada geladak utama kapal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan berdasarkan arah bidang sumbu ordinat x-y-z dapat dibedakan sebagai berikut :
·           Bidang X – Y.
Proses perencanaan dilakukan berdasarkan luasan geladak yang disediakan untuk peletakan peralatan-peralatan diatas geladak serta kemungkinan muatan diatasnya. Ketentuan perencanaan lebar geladak yang diberikan secara umum dapat dilihat seperti pada gambar berikut :


Gambar 2.17. Perencanaan bentuk bidang geladak

·           Bidang Y – Z.
Proses perencanaan bentuk kelengkungan geladak pada arah melintang kapal (Chamber) yang dilakukan berdasarkan fungsinya untuk menambah kekuatan melintang geladak serta mengalirkan air diatas geladak dari tengah galadak ketepi geladak. Ketentuan perencanaan tinggi kelangkungan geladak pada arah melintang yang diberikan secara umum dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

 


                                     Gambar 2.18. Perencanaan bentuk chamber geladak

·           Bidang X – Z.
Proses perencanaan bentuk kelengkungan geladak pada arah memanjang kapal (Sheer) yang dilakukan berdasarkan fungsinya untuk menambah kekuatan memanjang geladak serta memperkecil batasan tinggi lambung timbul (H-T). Ketentuan perencanaan tinggi kelangkungan geladak pada arah memanjang yang diberikan secara umum dapat dilihat seperti pada rumus berikut :




 Tabel 2.1. Rumus perhitungan sheer standar
Ap
=
25 (L/3 + 10)
m
1/6 Lpp dari Ap
=
11,1 (l/3 + 10)
m
1/3 Lpp dari Ap
=
2,8 (L/3 + 10)
m
Midship
=
0
m
1/3 Lpp dari Fp
=
5,6 (L/3 + 10)
m
1/6 Lpp dari Fp
=
22,2 (L/3 + 10)
m
Fp
=
50 (L/3 + 10)
m



 
Gambar 2.19. Perencanaan bentuk sheer  geladak
2.3.2.      Perencanaan bentuk penampang tengah kapal (midship).
Dalam merencanakan bentuk penampang tengah kapal (midship), beberapa hal yang sangat mempengaruhi dan perlu diperhatikan adalah jenis muatan kapal serta letak kamar mesin. Disamping itu, bentuk penampang tengah kapal ini juga tergantung dari hasil perencanaan Curva Sectional Area serta besarnya koefisien midship kapal yang akan berpengaruh dalam menentukan besarnya radius of bilga. Besarnya radius of bilga menurut schneekluth dapat dirumuskan sbb :
a.       Kapal tanpa rise of floor :  
b.      Kapal dengan rise of floor : 
Dimana : Cm = koefisien midship
                 B    = Lebar kapal
                 L     = Panjang kapal
                 Cb  = koefisien blok kapal
                 Cm = koefisien midship kapal
                 Ck  = konstanta antara 0,4 ~ 0,7
Secara umum ketentuan dalam perencanaan geladak kapal dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.20.  Bentuk penampang tengah kapal.

2.3.3.      Perencanaan bentuk buritan kapal (stern).
Dalam merencanakan bentuk linggi buritan kapal yang sesuai, tentunya akan sangat tergantung dari bentuk sistem kemudi, jumlah baling-baling serta type/jenis mesin penggerak kapal yang digunakan oleh kapal tersebut. Secara umum ketentuan dalam perencanaan geladak kapal dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.21. Bentuk rencana buritan (stern) kapal.
Dalam merencanakan bentuk linggi buritan ini, perlu adanya batas toleransi ruangan kosong antara linggi buritan tersebut dengan bidang kerja propeller. Hal ini diharapkan agar daya dorong yang dihasilkan oleh kerja propeller tersebut bisa optimum. Dengan menggunakan rule dari Det Norske Veritas (DNv), diperoleh besarnya clearence tersebut sebagai berikut :
Gambar 2.22. Clearence antara linggi buritan dengan bidang propeller kapal.
2.3.4.      Perencanaan bentuk haluan kapal (stem).
Dalam merencanakan bentuk linggi haluan kapal yang sesuai, tentunya akan sangat tergantung dari ukuran kapal terutama kecepatan kapal. Untuk kapal dengan ukuran besar, cenderung menggunakan bulbous bow, sedangkan untuk kapal-kapal kecil cenderung tanpa menggunakan bulbous bow. Penentuan bulbous bow ini ditentukan oleh besarnya froud number (fn) dari kapal tersebut. Adapun ketentuan pemakaian bulbous bow tersebut dapat dilihat sebagai berikut (Marin, ’95) :
·         Kapal dengan koefisien block : 0,55 ~ 0,67
Panjang                         : (3,5 ~ 4,0) % x Lpp
Luas penampang st-20  : (7,0 ~ 10,0) % x luas midship
·         Kapal dengan koefisien block : 0,68 ~ 0,77
Panjang                         : (3,5 ~ 4,0) % x Lpp
Luas penampang st-20  : (10,0 ~ 12,0) % x luas midship
·         Kapal dengan koefisien block > 0,77
Panjang                         : memungkinkan lebih panjang
Luas penampang st-20  : (13,0 ~ 20,0) % x luas midship
Sebagai contoh bentuk perencanaan linggi haluan kapal yang menggunakan bulbous bow dapat dilihat seperti pada gambar 2.21 dan gambar 2.22.
 



Gambar 2.23. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis I.



 
Gambar 2.24. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis II.

Sedangkan ketentuan dalam perencanaan linggi haluan kapal yang tanpa menggunakan bulbous bow dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.25. Bentuk linggi haluan kapal (tanpa bulbous bow).
Secara umum bentuk perbandingan dari hasil perencanan cuva sectional area (CSA) untuk kapal yang menggunakan dan tanpa menggunakan bulbous bow dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.26. Perbandingan bentuk CSA kapal yang tanpa bulbous bow
dan menggunakan bulbous bow.
2.3.5.      Perencanaan bentuk sisi flat kapal (side tangent).
Dalam perencanaan bentuk dari sisi badan kapal yang datar (flat), dipengaruhi oleh bentuk bagian kapal yang lain, antara lain :
·           Bentuk bottom kapal (tanpa atau dengan rise of floor)
·           Ukuran jari-jari bilga
·           Panjang pararel middle body dari CSA
·           Panjang pararel middle body dari perencanaan garis air muat penuh
·           Panjang pararel middle body dari perencanaan bentuk geladak
Sebagai contoh bentuk dari sisi flat kapal adalah sebagai berikut :
Gambar 2.27. Perencanaan bentuk side tangent

2.3.6.      Perencanaan bentuk garis air muat penuh kapal (waterline).
Beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan bentuk garis air muat penuh kapal adalah :
·         Sudut masuk garis air
·         Besarnya koefisien garis air muat kapal (Cwl)
·         Bentuk linggi haluan dan buritan kapal
·         Bentuk perencanaan kurva CSA
Salah satu factor dalam menentukan besarnya sudut masuk garis air adalah besarnya koefisien prismatic depan (Cpf) kapal. Adapun hubungan antara besarnya sudut masuk garis air dengan koefisien prismatic depan kapal menurut Intreehek Van De Lastlun dapat ditunjukkan seperti dalam gambar 2.26 :



Gambar 2.28. Grafik penentuan besarnya sudut masuk garis air muat kapal.
Hasil dari perencanaan bentuk garis air muat ini, nantinya harus dilakukan pemeriksaan luasan dari bentuk yang direncanakan dibandingkan dengan hasil perhitungan Awl = L x B x Cwl. Bentuk yang direncanakan dapat diterima jika besarnya perbedaan hasil pemerikasaan kurang dari 0,5 %. Adapun contoh bentuk perencanaan garis air muat kapal dapat dilihat seperti gambar berikut :
Gambar 2.29. Perencanaan bentuk garis air muat kapal.
Tambahan :
·      Panjang forecastle             : ( 5 ~ 8 )% Lpp
·      Panjang poop                     : ( 20 ~ 22 )% Lpp
·      Sudut haluan                     : ( 8 ~ 12 )0
·      Diameter proppeler            : ( 0,6 ~ 0,7 ).T
·      Diameter poros proppeler  : 1/6. D
·      Tinggi poros proppeler       : 0,35. T